Keluarga Korban Penghilangan Paksa: Pak Yasonna, Tolonglah!
|Keluarga korban orang hilang tahun 1998 bersama Kontras, Ikatan Keluarga Orang HIlang Indonesia (IKOHI) dan Asian Federation Against Involuntary Disappearances (AFAD) mendatangi kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk berdialog soal penyelesaian pelanggaran HAM berat.
Mereka diterima langsung Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly dan Dirjen Hak Asasi Manusia Mualimin Abdi. Audiensi digelar tertutup dan menghasilkan kesepakatan untuk diadakan pertemuan lanjutan.
Salah satu keluarga korban, Paian Siahaan, ayah dari Ucok Munandar Siahaan yang hilang pada tahun 1998, mengatakan dalam dialog itu mereka menyinggung soal empat rekomendasi DPR pada akhir 2009 kepada presiden untuk menangani kasus penghilangan paksa aktivis 1997-1998.
“Kita minta tadi, Pak Menteri, tolonglah karena ini toh sudah rekomendasi DPR. Yaitu pencarian orang, ada 13 orang yang masih hilang. Artinya kalau presiden mau mengintruksikan dibentuk tim untuk mencari fakta misalnya ini akan ketahuan. Jadi itu yang kita minta kepada menteri. Memang bagaimanapun itu harus ada prosesnya. Tapi kami sangat merasa diterima, dan (dijanjikan) akan dibicarakan ditingkat atas,” jelas Paian Siahaan usai audiensi dengan kemenkumham, Kamis (20/8) sore.
Sebelumnya keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia menemui Dewan Pertimbangan Presiden, untuk mendesak pemerintah agar segera melakukan upaya-upaya penanganan korban pelanggaran HAM berat masa lalu. Termasuk diantaranya membentuk Pengadilan HAM Adhoc untuk mengadili para pelaku, serta mencari 13 korban penculikan aktivis yang masih belum diketahui nasibnya.
Para korban pelanggaran HAM juga telah melakukan Aksi Diam Kamisan di depan Istana Merdeka selama lebih dari tujuh tahun sejak 2007. Mereka menuntut pertanggungjawaban negara terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu sebegaimana tertera dalam TAP MPR/2000 yang menghasilkan UU No. 39 tahun 1999 dan UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Terkait kasus penghilangan paksa aktivis pada 1997-1998, DPR telah mengeluarkan empat rekomendasi kepada pemerintah. Empat rekomendasi itu disetujui dalam rapat paripurna DPR di akhir masa jabatan pada 30 September 2009.
Empat rekomendasi itu antara lain:
1. Merekomendasikan kepada Presiden untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc.
2. Merekomendasikan kepada Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak-pihak terkait untuk segera melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM (sic) masih dinyatakan hilang;
3. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang;
4. Merekomendasikan kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik Penghilangan Paksa di Indonesia.
Namun hingga detik ini, belum ada rekomendasi yang dilaksanakan pemerintah. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hanya menanda tangani konvensi internasional tentang Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa pada 27 November 2010 di New York. Namun hingga kini RUU ratifikasi konvensi penghilangan paksa tidak masuk prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas). (Portal KBR)