VIDEO| Fajar Merah

Kuterima kabar dari kampung. Rumahku kalian geledah. Buku-bukuku kalian jarah. Tapi aku ucapkan banyak terima kasih. Karena kalian telah memperkenalkan sendiri pada anak-anakku. Kalian telah mengajari anak-anakkumembentuk makna kata penindasan sejak dini.

Kata-kata di atas adalah puisi karya Widji Thukul, seniman yang juga dikenal sebagai aktivis. Puisi ini ditulis ketika Thukul berada dalam pelarian. Thukul harus meninggalkan istri dan anak-anaknya.

Thukul bersama sejumlah aktivis terpaksa melarikan diri dari kejaran aparat karena dianggap melawan Soeharto. Thukul dan aktivis lain seperti Bimo Petrus, Suyat dinyatakan hilang dan belum ditemukan. Mereka diduga diculik aparat orde baru.
Kini, anak-anak Thukul sudah tumbuh. Mereka menuruni darah seni yang dimiliki Thukul. Fitri Nganthi Wani pernah merilis buku kumpulan puisi berjudul Selepas Bapakku Hilang.

Sedikit berbeda dengan kakaknya, Fajar Merah memilih dunia musik sebagai alat ekspresinya. Tubuh kurus dan rambut ikalnya membuat orang seperti melihat Thukul sewaktu muda dalam diri Fajar.

Di tangan Fajar, sajak-sajak Thukul seperti hidup kembali. Fajar bersama grup musik yang didirikannya, Merah Bercerita menjadikan puisi Thukul sebuah lagu.

“Puisi masih kata-kata mati ketika tidak ada yang membacakannya. Kami ingin menghidupkan tulisan itu agar menjadi lebih hidup melalui musik. Kami akan mengantar kalimat itu menuju keabadian,” kata Fajar Merah.